Kemajuan
teknologi komputer, teknologi informasi, dan teknologi komunikasi menimbulkan
suatu tindak pidana baru yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan tindak
pidana konvensional. Penyalahgunaan komputer sebagai salah satu dampak dari
ketiga perkembangan tersebut tidak terlepas dari sifatnya yang khas sehingga
membawa persoalan baru yang agak rumit untuk dipecahkan, berkenaan dengan
masalah
Seiring
dengan perkembangan teknologi Internet, menyebabkan munculnya kejahatan yang
disebut dengan “CyberCrime” atau kejahatan melalui jaringan Internet. Munculnya
beberapa kasus “CyberCrime” di Indonesia, seperti pencurian kartu kredit,
hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain, misalnya email, dan
memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke
dalam programmer komputer. Sehingga dalam kejahatan komputer dimungkinkan
adanya delik formil dan delik materil. Delik formil adalah perbuatan seseorang
yang memasuki komputer orang lain tanpa ijin, sedangkan delik materil adalah
perbuatan yang menimbulkan akibat kerugian bagi orang lain. Adanya CyberCrime
telah menjadi ancaman stabilitas, sehingga pemerintah sulit mengimbangi teknik
kejahatan yang dilakukan dengan teknologi komputer, khususnya jaringan internet
dan intranet.
Pengertian Cybercrime
Cybercrime
merupakan bentuk-bentuk kejahatan yang timbul karena pemanfaatan teknologi
internet. Beberapa pendapat mengindentikkan cybercrime dengan computer crime.
The U.S. Department of Justice memberikan pengertien computer crime sebagai:
“…any
illegal act requiring knowledge of computer technology for its perpetration,
investigation, or prosecution”.
Pengertian
tersebut identik dengan yang diberikan Organization of European Community
Development, yang mendefinisikan computer crime sebagai:
“any
illegal, unehtical or unauthorized behavior relating to the automatic
processing and/or the transmission of data”.
Adapun
Andi Hamzah (1989) dalam tulisannya “Aspek-aspek Pidana di Bidang komputer”,
mengartikan kejahatan komputer sebagai:
”Kejahatan
di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer
secara illegal”.
Dari
beberapa pengertian di atas, secara ringkas dapat dikatakan bahwa cybercrime
dapat didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan
menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi komputer dan
telekomunikasi.
Karakteristik Cybercrime
Selama
ini dalam kejahatan konvensional, dikenal adanya dua jenis kejahatan sebagai
berikut:
a.
Kejahatan kerah biru (blue collar crime)
Kejahatan
ini merupakan jenis kejahatan atau tindak kriminal yang dilakukan secara
konvensional seperti misalnya perampokkan, pencurian, pembunuhan dan lain-lain.
b.
Kejahatan kerah putih (white collar crime)
Kejahatan
jenis ini terbagi dalam empat kelompok kejahatan, yakni kejahatan korporasi,
kejahatan birokrat, malpraktek, dan kejahatan individu. Cybercrime sendiri
sebagai kejahatan yang muncul sebagai akibat adanya komunitas dunia maya di
internet, memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan kedua model di
atas. Karakteristik unik dari kejahatan di dunia maya tersebut antara lain
menyangkut lima hal berikut:
Ruang lingkup kejahatan
Sifat kejahatan
Pelaku kejahatan
Modus Kejahatan
Jenis kerugian yang ditimbulkan
Jenis Cybercrime
Berdasarkan
jenis aktifitas yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan menjadi
beberapa jenis sebagai berikut:
a. Unauthorized Access
Merupakan
kejahatan yang terjadi ketika seseorang memasuki atau menyusup ke dalam suatu
sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan
dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Probing dan port
merupakan contoh kejahatan ini.
b. Illegal Contents
Merupakan
kejahatn yang dilakukan dengan memasukkan data atau informasi ke internet
tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar
hukum atau menggangu ketertiban umum, contohnya adalah penyebaran pornografi.
c. Penyebaran virus secara sengaja
Penyebaran
virus pada umumnya dilakukan dengan menggunakan email. Sering kali orang yang
sistem emailnya terkena virus tidak menyadari hal ini. Virus ini kemudian
dikirimkan ke tempat lain melalui emailnya.
d. Data Forgery
Kejahatan
jenis ini dilakukan dengan tujuan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting
yang ada di internet. Dokumen-dokumen ini biasanya dimiliki oleh institusi atau
lembaga yang memiliki situs berbasis web database.
e. Cyber Espionage, Sabotage, and Extortion
Cyber
Espionage merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk
melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem
jaringan komputer pihak sasaran. Sabotage and Extortion merupakan jenis
kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran
terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang
terhubung dengan internet.
f. Cyberstalking
Kejahatan
jenis ini dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan
memanfaatkan komputer, misalnya menggunakan e-mail dan dilakukan
berulang-ulang. Kejahatan tersebut menyerupai teror yang ditujukan kepada
seseorang dengan memanfaatkan media internet. Hal itu bisa terjadi karena
kemudahan dalam membuat email dengan alamat tertentu tanpa harus menyertakan
identitas diri yang sebenarnya.
g. Carding
Carding
merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit milik orang
lain dan digunakan dalam transaksi perdagangan di internet.
h. Hacking dan Cracker
Istilah
hacker biasanya mengacu pada seseorang yang punya minat besar untuk mempelajari
sistem komputer secara detail dan bagaimana meningkatkan kapabilitasnya. Adapun
mereka yang sering melakukan aksi-aksi perusakan di internet lazimnya disebut
cracker. Boleh dibilang cracker ini sebenarnya adalah hacker yang yang
memanfaatkan kemampuannya untuk hal-hal yang negatif. Aktivitas cracking di
internet memiliki lingkup yang sangat luas, mulai dari pembajakan account milik
orang lain, pembajakan situs web, probing, menyebarkan virus, hingga pelumpuhan
target sasaran. Tindakan yang terakhir disebut sebagai DoS (Denial Of Service).
Dos attack merupakan serangan yang bertujuan melumpuhkan target (hang, crash)
sehingga tidak dapat memberikan layanan.
i.
Cybersquatting and Typosquatting
Cybersquatting
merupakan kejahatan yang dilakukan dengan mendaftarkan domain nama perusahaan
orang lain dan kemudian berusaha menjualnya kepada perusahaan tersebut dengan
harga yang lebih mahal. Adapun typosquatting adalah kejahatan dengan membuat
domain plesetan yaitu domain yang mirip dengan nama domain orang lain. Nama
tersebut merupakan nama domain saingan perusahaan.
j.
Hijacking
Hijacking
merupakan kejahatan melakukan pembajakan hasil karya orang lain. Yang paling
sering terjadi adalah Software Piracy (pembajakan perangkat lunak).
k. Cyber Terorism
Suatu
tindakan cybercrime termasuk cyber terorism jika mengancam pemerintah atau
warganegara, termasuk cracking ke situs pemerintah atau militer. Beberapa
contoh kasus Cyber Terorism sebagai berikut :
Ramzi Yousef, dalang penyerangan pertama ke gedung WTC, diketahui
menyimpan detail serangan dalam file yang di enkripsi di laptopnya. Osama Bin
Laden diketahui menggunakan steganography untuk komunikasi jaringannya. Suatu
website yang dinamai Club Hacker Muslim diketahui menuliskan daftar tip untuk
melakukan hacking ke Pentagon. Seorang hacker yang menyebut dirinya sebagai
DoktorNuker diketahui telah kurang lebih lima tahun melakukan defacing atau
mengubah isi halaman web dengan propaganda anti-American, anti-Israel dan
pro-Bin Laden.
Perkembangan
teknologi yang sangat pesat, membutuhkan pengaturan hukum yang berkaitan dengan
pemanfaatan teknologi tersebut. Sayangnya, hingga saat ini banyak negara belum
memiliki perundang-undangan khusus di bidang teknologi informasi, baik dalam
aspek pidana maupun perdatanya.
Permasalahan
yang sering muncul adalah bagaimana menjaring berbagai kejahatan komputer
dikaitkan dengan ketentuan pidana yang berlaku karena ketentuan pidana yang
mengatur tentang kejahatan komputer yang berlaku saat ini masih belum lengkap.
Banyak
kasus yang membuktikan bahwa perangkat hukum di bidang TI masih lemah. Seperti
contoh, masih belum dilakuinya dokumen elektronik secara tegas sebagai alat
bukti oleh KUHP. Hal tersebut dapat dilihat pada UU No8/1981 Pasal 184 ayat 1
bahwa undang-undang ini secara definitif membatasi alat-alat bukti hanya
sebagai keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan
terdakwa saja. Demikian juga dengan kejahatan pornografi dalam internet,
misalnya KUH Pidana pasal 282 mensyaratkan bahwa unsur pornografi dianggap
kejahatan jika dilakukan di tempat umum.
Hingga
saat ini, di negara kita ternyata belum ada pasal yang bisa digunakan untuk
menjerat penjahat cybercrime. Untuk kasuss carding misalnya, kepolisian baru
bisa menjerat pelaku kejahatan komputer dengan pasal 363 soal pencurian karena
yang dilakukan tersangka memang mencuri data kartu kredit orang lain.
Perlunya Dukungan Lembaga Khusus
Lembaga-lembaga
khusus, baik milik pemerintah maupun NGO (Non Government Organization),
diperlukan sebagai upaya penanggulangan kejahatan di internet. Amerika Serikat
memiliki komputer Crime and Intellectual Property Section (CCIPS) sebagai
sebuah divisi khusus dari U.S. Departement of Justice. Institusi ini memberikan
informasi tentang cybercrime, melakukan sosialisasi secara intensif kepada
masyarakat, serta melakukan riset-riset khusus dalam penanggulangan cybercrime.
Indonesia sendiri sebenarnya sudah memiliki IDCERT (Indonesia Computer
Emergency Rensponse Team). Unit ini merupakan point of contact bagi orang untuk
melaporkan masalah-masalah keamanan komputer.
Sumber:
https://balianzahab.wordpress.com/cybercrime/modus-modus-kejahatan-dalam-teknologi-informasi/
http://ajibip.blogspot.com/2014/05/modus-modus-kejahatan-dalam-it-ti.html
http://www.pemustaka.com/kejahatan-di-bidang-komputer.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar