HOS
Tjokroaminoto
Haji Oemar Sait (HOS)
Cokroaminoto lahir di Desa Bakur, Madiun Jawa Timur 16 Agustus 1883. Ia anak
kedua dari dua belas bersaudara, putra dari Raden Mas Cokro Amiseno, seorang
Wedana Kleco dan cucu RT Adipati Negoro Bupati Ponorogo. Lahir dari keluarga bangsawan
tak membuatnya bersikap angkuh, justru karena itulah ia akhirnya menjadi sebuah
motor penggerak kemerdekaan bagi Indonesia saat semua manusia tertidur dalam
belaian kompeni Belanda. Dialah tokoh politik yang berhasil menggabungkan
retorika politik melawan penjajah Belanda dengan ideologi Islam hingga
mengenyahkan penjajah dari Bumi Nusantara.
Setelah menamatkan studi di
Oplayding School Foor Inladishe Ambegtenaren (OSVIA), sekolah pegawai
pemerintahan pribumi Magelang, ia mengikuti jejak kepriayian ayahnya sebagai
pegawai pangreh praja walaupun akhirnya ia tinggalkan karena muak dengan kebiasaan
sembah jongkok yang baginya sangat melecehkan.
Tahun 1905 Cokroaminoto pindah ke
Surabaya dan bekerja pada perusahaan dagang, di samping ia juga belajar di
sekolah malam Hogore Burger School. Bersama istrinya, Suharsikin, ia mendirikan
rumah kos di rumahnya, yang nantinya melalui rumah inilah Cokro menyalurkan
ilmunya dalam agama, politik dan berorasi yang akhirnya menjadi cikal bakal
pembentukan tokoh-tokoh penting di Indonesia; seperti Soekarno yang nasionalis,
SM Kartosuwirjo yang Islamis dan Muso-Alimin yang komunis.
Rakyat yang tertindas oleh
penjajah kolonial Belanda secara ekonomi dan politik telah mengusik pemikiran
dan hatinya. Cokroaminoto pun ‘mengejawantahkan’ kegundahan hatinya melalui
statemen, “Negara dan bangsa kita tidak akan mencapai kehidupan yang adil dan
makmur, pergaulan hidup yang aman dan tenteram selama ajaran-ajaran Islam belum
dapat berlaku atau dilakukan menjadi hukum dalam negara kita, sekalipun sudah
merdeka.”
Beliau juga mengatakan bahwa saat
itu telah terjadi Jahiliah modern. “Kalau alat-alat pemerintah RI yang memegang
tampuk kekuasaan pemerintahan, baik pihak pejabat sampai bawahan, sudah tidak
takut lagi kepada hukuman Allah, yakinlah negara akan rusak dan hancur dengan
sendirinya. Sebab, segala perbuatan jahat, korupsi, penipuan, suap dan
sebagainya yang secara terang-terangan merugikan negara, dilakukan dengan aman
oleh mereka; rakyat yang menjadi korban.”
Apa yang disampaikan oleh
Cokroaminoto tampak jelas bahwa syariah Islam dijadikan sebagai landasan
pikiran, perasaan dan hatinya. Oemar Said juga menyatakan, “Tidak bisa manusia
menjadi utama yang sesungguhnya, tidak bisa manusia menjadi besar dan mulia
dalam arti kata yang sebenarnya, tidak bisa ia menjadi berani dengan keberanian
yang suci dan utama, kalau ada banyak barang yang ditakuti dan disembahnya.
Keutamaan, kebesaran, kemuliaan dan keberanian yang sedemikian itu hanyalah
bisa tercipta karena ‘tauhid’ saja. Tegasnya menetapkan lahir batin: tidak ada
sesembahan melainkan Allah saja.”
Inilah komitmen diri seorang HOS
Cokroaminoto.
Untuk merealisasikan cita-cita
perjuangannya, yakni menuntut Indonesia bersyariah, ia masuk ke dalam Sarekat
Dagang Islam (SDI) yang saat itu dipimpin oleh H. Samanhudi di Solo, sebuah
pergerakan pertama Indonesia yang menggelorakan semangat kemerdekaan. Tujuan
SDI adalah kemerdekaan dan pemberlakuan syariah Islam. Sejak masuknya ia ke
dalam SDI, SDI berubah menjadi sebuah organisasi yang besar dan menakutkan bagi
kolonial. Kemahirannya serta kepiawaiannya berpolitik dalam menyuarakan kemerdekaan
Indonesia dan memihak kepentingan rakyat membuat SDI begitu digandrungi rakyat
pribumi. Apalagi setelah SDI berubah menjadi SI dan ia menjadi pemimpin SI.
Lewat Cokro tujuan SI mulai diperjelas, yakni kemerdekaan Indonesia dan
pemberlakuan syariah Islam bagi segenap lapisan rakyat.
Karena aktivitas politiknya,
Belanda akhirnya menangkap Cokro pada tahun 1921 karena dikhawatirkan akan
membangkitkan semangat perjuangan rakyat pribumi walaupun akhirnya dibebaskan
pada tahun 1922, sebuah cobaan yang lazim diterima para penegak syariah Islam
di seluruh dunia.
Pada tanggal 14-24 Juni 1916
diadakanlah Kongres Nasional pertama di Bandung. Di dalam kongres tersebut
Cokro mengupas tentang pembentukan bangsa dan pemerintahan sendiri, sebuah
langkah yang sangat berani saat itu karena bagi rakyat pribumi kemerdekaan
adalah hal yang tabu untuk disampaikan; suatu langkah politik yang benar-benar
berani. Cokro membangun opini rakyat yang belum mengerti politik untuk berpihak
terhadap perjuangannya, yaitu menuntut Indonesia merdeka dan bersyariah Islam.
Saat itu pemerintah kolonial
masih kuat apalagi saat itu Belanda masih menerapkan peraturan Reegerings
Reglement (RR) sebuah peraturan yang berisi larangan berpolitik, berkumpul
untuk membahas perjuangan kemerdekaan. Otomatis Cokro saat itu harus berhadapan
dengan dua lawan, yaitu Belanda dan Pangreh Praja yang menjadi kaki tangan
Belanda.
Pada tahun 1924, Cokro mulai
aktif dalam komite-komite pembahasan Kekhilafahan yang dicetuskan pemimpin
politik di Timur Tengah, sebuah langkah untuk memperkuat barisan menuju
kemerdekaan dan kekhalifahan dunia.5
Bagi Cokro, Islam adalah sesuatu
yang harus diperjuangkan dan dipersatukan sebagai dasar kebangsaan yang hendak
di proses menuju Indonesia. Sebuah spirit besar muncul dari diri Cokro, yakni
“Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat”. Sungguh
bahwa apa yang diharapkan Cokroaminoto adalah menjadikan syariah Islam sebagai
solusi atas permasalahan negeri. Tokoh mercusuar syariah Islam ini wafat pada
tanggal 17 Desember 1934 di Yogyakarta, dan dimakamkan di TMP Pekuncen,
Yogyakarta.
Referensi :
http://crazyfootbalista.blogspot.com/2013/12/biografi-hos-cokroaminoto.html
http://hizbut-tahrir.or.id/2010/01/01/hos-cokroaminoto-aktif-memperjuangkan-syariah/
http://id.wikipedia.org/wiki/Oemar_Said_Tjokroaminoto
http://kolom-biografi.blogspot.com/2012/03/biografi-hos-cokroaminoto-pahlawan.html
http://hizbut-tahrir.or.id/2010/01/01/hos-cokroaminoto-aktif-memperjuangkan-syariah/
http://id.wikipedia.org/wiki/Oemar_Said_Tjokroaminoto
http://kolom-biografi.blogspot.com/2012/03/biografi-hos-cokroaminoto-pahlawan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar